Air mata ibu ku tak henti-heti nya keluar dari matanya yang sudah keliatan lelah, ibu ku baru saja kelihangan adik bungsunya, adik terakhirnya yang begitu ia sayangi. Taukah kamu begitu sayangnya ibuku pada adiknya, ibuku sampai berani pergi kejogja sendiri untuk menjenguk adiknya, ibuku juga berani beradu argumentasi dengan penjaga rumah sakit karena ia tidak boleh masuk, hampir tiap hari ibuku menanyakan kabar adiknya. Bagiku, itu adalah sebuah contoh kasih sayang tulus seorang kakak kepada adiknya, yang tak pernah kulihat selama ini dalam diri ibu ku.
Pria kecil bertubuh gempal itu ternyata pamanku, paman yang selama ini aku tau dari cerita ibu ku itu ternyata masih muda, umurnya baru 30an, belum menikah dan mirip dengan pakdeku. Namanya Mulyono, biasa aku panggil “lek mul”, aku baru bertemu sekali di pernikahan kakaku. Aku tidak menyangka kalau pertemuanku itu yang pertama dan yang terakhir dengan pamanku, sebuah pertemuan yang membuka sejarah keluargaku yang selama ini masih mistery. Kenapa pamanku harus di asuh orang tua anggkat, kenapa ibu ku harus di titipin orang, kenapa aku bisa punya bude di jambi, semua itu terjawab sudah.
Lek mul lahir yatim piatu, nenek ku meninggal waktu melahirkan dia, tidak ada yang menyalahkan dia, semua sayang padanya, termasuk orang tua angkat yang selama ini mengasuhnya, ia dianggap sudah seperi anak sendiri. Pamanku bercerita kalau waktu SMP dia sudah tau kalau ibu ku adalah kakaknya, ibu ku sering menjenguk dia waktu dia masih kecil, dia bercerita banyak tentang masa kecilnya dan masa kecil ibuku yang selama ini aku tidak tahu.dia bercerita detail, pelan dan penuh semangat, begitu juga aku yang tak sabar mendengar kisah hidup keluargaku di masa lalu.
Dia banyak menghabiskan masa kecilnya di karang geneng, tempat orangtua asuhnya tinggal, dan menghabiskan masa mudanya di jojga. Dia kerja di jogja di sebuah perusahaan distributor farmasi besar di kota gudeg itu sebagai customer service, menerima pesanan obat, menerima complain, dan apapun yang berhubungan dengan telephone, begitu ceritanya dia padaku.
“Dia sudah sebulan di rumah sakit, pas, pas hari ini satu bulan, masuk hari sabtu jam 14, dan tadi wafat hari sabtu jam 16” cerita teman sekostnya. Dia sakit “kuning” atau biasa disebut dokter dengan kata liver, aku tidak tau bagaimana dia bisa sakit seperti itu, dia di rawat di ruang isolasi di rumah sakit terkenal di jogja, kabar pertama datang pada ibuku bahwa ia di rawat di ruang ICU, ibu ku sampai menangis sehabis shalat, “kayaknya baru seminggu kemarin ibu ku telfon lek mul, dan memang lekmul bilang kalo lagi sakit panas” begitu kata ibu ku dalam isak tangisnya.
Ibu ku tak henti-hentinya menangis menunggu kedatangan jenazah lekmul dari jogja, seakan tak percaya apa yang telah terjadi pada adiknya. Mengapa ini terjadi pada adiknya, dan tersadar ketika lekmul datang dengan mobil ambulance putih. Tiba-tiba perasaan sedih dan iba menjalar keseluruh tubuhku, tak seperti biasanya, aku tak berani mendekat saat jenazah lekmul di turunkan, aku hanya bisa menatapnya dari jauh dengan perasaan sedih. Tidak begitu dengan ibuku, ibuku mendekat. Satu-satunya saudara perempuan yang mendekat melihat jenazah adiknya yang sudah tiada, begitu tenang dan tegar, tak seperti biasanya yang selalu cengeng, tak pernah aku melihat ibu ku setegar itu, setegar apapun ibu ku ia tetap perempuan juga yang mempunyai hati yang peka dan lembut, tak terasa air matanya keluar, walaupun tangisnya tak bersuara tapi aku bisa merasakan betapa sedihnya ibuku waktu itu, sampai ibuku tak kuat lagi untuk berdiri. Aku tidak menangis dan aku tidak mau menangis. Aku ingin menyakinkan diriku bahwa ini adalah yang terbaik buat lekmul yang telah di tetapkan Allah SWT, ingin menegaskan bahwa semua yang kita alami adalah yang terbaik buat kita, dan pasti ada hikmah di balik semua itu. Karena Allah lebih tau apa yang kita butuhkan dari pada kita.
Selamat jalan lekmul, kita berasal dari Allah, dan pada Allah lah kita juga akan kembali. Semoga amal ibadah mu diterima Allah SWT, dan mendapat tempat yang layak di SisiNYA. “Bukan berapa lama kita hidup, tapi bagaimana kita hidup”. Itulah pelajaran yang bisa kita ambil dari kejadian ini. Terima kasih atas ilmu, cerita, dan pengalaman yang telah dibagi, walaupun baru bertemu sekali, tapi itu sangat berarti, dan itu cukup membuktikan bahwa kau benar-benar pamanku. SELAMAT JALAN LEK MUL…
Komentar
Posting Komentar